Translate

Sunday, June 24, 2012

Dan Rumah Itu Menjadi Semakin Sepi


            Hari itu sangat cerah, tapi tidak cukup cerah untuk menahan kemurungan yang melanda keluarga kecil itu dari berita duka. Sang istri yang tercinta dan putri yang dibanggakan pun harus pergi ke pangkuan Yang Maha Kuasa. Dalam suatu kecelakaan yang tragis, nyawa mereka harus terenggut. Sang ayah yang merupakan guru Agama tahu bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Dan ia pun menyadari bahwa satu-satunya hal yang dapat ia lakukan untuk anak dan istrinya sekarang adalah terus mendoakan mereka. Namun bagaimanapun ia tetap seorang manusia yang tidak dapat menahan kesedihan mendalam ketika ditinggal oleh orang yang disayanginya.
Air mata pun jatuh semakin deras seiring dengan banyaknya pelayat yang datang. Menandakan bahwa semua orang akan selalu ada disampingnya untuk menyemangatinya. Hari-hari pun berlalu terasa kelam untuk dilalui. Sang istri dan putrinya telah dikebumikan, tetapi kehangatan dan senyum mereka tetap terkenang di sisinya. Rumah yang kecil itu pun menjadi sepi dengan hanya tiga orang penghuninya.
Sang ayah tahu bahwa ia harus tetap bekerja untuk menyambung hidup. Dan kedua putranya pun harus kembali sekolah.Sejenakmereka harus melupakan bahwa ibunda dan kakak perempuan yang tercinta telah tiada. Namun hidup harus terus berjalan. Tetapi kesedihan mendalam sang ayah tidak akan pernah tertutupi.
Kesedihan sang ayah yang begitu mendalam, mempengaruhi kesehatannya. Kondisi sang ayah yang semakin lemah sejak kepergian dua anggota keluarga sangat memprihatinkan. Kedua putranya terlihat lebih tegar dan kuat mengingat bahwa sang anak kedua akan menghadapi ujian nasional SMP. Tapi sang ayah sudah tidak kuat menahan kesedihan yang sangat mendalam itu, ia pun jatuh sakit. Semangatnya dalam mengajar disekolah sudah pudar. Tawa yang selalu mengiringinya dalam setiap jam pelajaran, tidak pernah terdengar lagi. Ia telah jatuh sakit, sakit yang amat parah.
Sakitnya memang seperti umumnya orang yang sudah tua lainnya, yaitu penyakit kencing manis atau diabetes. Tetapi keadaan hatinya lah yang membuatnya semakin lemah dan mengundang penyakit lainnya untuk berkomplikasi dengan diabetesnya. Rumah kecil yang sepi itu semakin sedih dengan keadaan sang ayah yang jatuh sakit. Kedua anaknya hanya bisa terus memberi semangat kepada ayahnya dan juga kepada dirinya sendiri. Mengingat mereka juga baru ditinggalkan oleh sang ibunda dan kakak perempuannya. Namun sepertinya Tuhan sedang memberi cobaan yang amat sangat berat kepada mereka.
Hari yang kelam itu pun kembali menyelimuti. Namun kali ini jauh lebih kelam, seakan tidak ada harapan bahwa sang surya akan menerangi dan menghangatkan rumah kecil itu kembali. Sang ayah telah pergi menyusul ibu dan kakak perempuan. Ternyata Tuhan tidak sedang menguji ayahnya, tetapi Tuhan ingin mengetahui seberapa kuat iman dari kedua putra tangguh yang ada di dalam rumah kecil itu. Tidak ada yang menyangka mereka harus bertahan berdua saja tanpa ayah dan ibu dalam usia yang begitu dini. Sang putra kedua, yang kini menjadi kakak yang paling tua, baru saja menginjak kelas 9 SMP dan sang adik masih berada di bangku sekolah dasar. Mereka harus terus menghadapi kerasnya kehidupan dalam usia yang sangat dini. Sang ayah yang tak tertolong dalam penyakitnya harus meninggalkan mereka berdua saja didalam rumah kecil itu. Dan rumah itu kini menjadi semakin sepi dengan dua anak lelaki yang siapa tahu kelak akan menjadi pemimpin negeri ini.
#nb: untuk guruku Alm. Bushro S.Ag. guru yang begitu memberi kami para muridnya semangat semasa SMP kini telah menghadap Sang Khalik. Terima kasih pak.

Leadership (mungkin)


            Ini mungkin beberapa poin yang sudah gue pelajarin dan pahami tentang leadership waktu gue jadi Ketua OSIS (pamer). Yah gue juga belajar dari beberapa ketua sebelum gue seperti Mbak Olin dan Mas Pandika (halo mbak mas! Namanya gue sebutin loh heheh) yang memang gue pelajari poin-poin kepemimpinan mereka. Dan selain dari ketua-ketua sebelum gue, gue juga baca dari beberapa buku untuk lebih memahami apa itu kepemimpinan. Biar gini-gini gue juga Mantan ketua loh, tapi tau deh ketua yang bener apa gak -..-“. Ini dia beberapa poin-poin leadership yang gue pelajarin.

1. Mulai Dari Diri Sendiri dan Yang Kecil Dulu
            Gue pernah baca dari sebuah buku dimana sang penulis pernah ditanya oleh beberapa penggemarnya yang juga ingin menulis buku. Kebanyakan dari mereka bertanya “Bagaimana cara memulai?”kemudian sang penulis pun kembali bertanya kepada  mereka “Berapa banyak tulisan yang sudah anda buat?”. Sebagian dari mereka menjawab bahwa mereka sedang menulis sebuah artikel dan sebagian lagi malah belum menulis apa-apa. Sang penulis pun menyemangati mereka “Kalau begitu, Anda perlu mulai menulis,” dan ia pun menjelaskan “Anda harus mulai dari yang kecil dan meningkatkannya sedikit demi sedikit.”
Sama halnya seperti leadership. Kita harus mulai dengan hal kecil dan meningkatkannya sedikit demi sedikit. Seorang yang belum pernah memimpin perlu mencoba memengaruhi orang lain. Seorang telah memiliki pengaruh harus mencoba membangun tim. Mulai saja dengan hal-hal yang dianggap perlu.
Selain itu yang memperkuat jiwa leadership adalah karakter. Karena itu mulai lah setiap perubahan dari diri kita sendiri. Buatlah diri kia memiliki karakter yang kuat dari setiap perubahan. Dan ada suatu pepatah yang gue lupa dari siapa tuh, yang mengatakan “jika ingin mengubah dunia, ubah lah dirimu dahulu”. Jika kita mampu merubah diri kita, keluarga kita akan ikut berubah. Jika keluarga kita ikut berubah, tetangga kita ikut berubah. Jika tetangga kita ikut berubah, kota kita akan berubah. Jika kota kita berubah, kabupaten kita akan berubah. Jika kabupaten kita berubah, provinsi kita berubah. Jika provinsi kita ikut berubah, negara kita berubah. Jika negara kita ikut berubah, benua kita akan berubah. Jika benua kita telah berubah, dunia pun ikut berubah! Gila mimpi gue gak masuk akal banget -__-.
Mantan pelatih basket UCLA, John Wooden, berkata, “Jangan biarkan apa yang tidak dapat Anda lakukan mengganggu apa yang bisa Anda lakukan”. Wooden terkenal suka menekankan keunggulan pada para pemainnya dan mendorong mereka untuk berusaha mencapai potensi dari diri mereka masing-masing. Ia idak pernah menjadikan kejuaraan sebagai sasaran. Ia berfokus pada perjalanan, bukan tujuan. Ia hanya fokus pada hal-hal yang ada di dalam kendalinya. Dan hasilnya adalah UCLA tidak terkalahkan selama empat musim pertandingan, memenangi telak 88 pertandingan, dan 10 kejuaraan nasional. Dalam perjalanan menuju keberhasilan, Anda perlu ingat bahwa apa yang terjadi di dalam diri Anda jauh lebih penting daripada apa yang terjadi diatas diri Anda (quotes mutu super nih! Tapi bukan dari gue -_-).

2. Mendengarlah dan Mulai Melayani
            Jika kita ingin menjadi pemimpin ang diikuti orang, kita harus menerima dan sepakat dengan konsep pelayanan. Jika sikap Anda adalah suka dilayani, dan bukannya melayani, Anda akan segera menuai masalah. Dilayani dan melayani disini bukan berarti yang aneh-aneh loh ya -___-. Coba ikuti saran berikut :
-          Hentikan bersikap seperti bos terhadap orang lain, mulailah mendengarkan mereka.
-          Hentikan fokus pada kemajuan diri sendiri. Mulailah ambil risiko demi kebaikan orang lain.
-          Hentikan melayani diri sendiri, dan mulailah melayani orang lain.
Setiap orang yang menjadi besar pasti pernah menjadi yang paling kecil dan juga menjadi pelayan bagi orang lain.
            Untuk menjadi seorang pemimpin, kita harus memiliki telinga yang tahan panas. Bukan harus make telinga dari besi loh ya -__-, tapi maksudnya harus bersedia mendengar dari semua orang. Ada suatu pepatah yang lagi-lagi gue lupa dari siapa, berkata “tugas yang paling berat bagi seorang pemimpin adalah mendengarkan”. Mengapa dikatakan paling berat? Karena bagi seorang pemimpin yang sudah mempunyai jam terbang tinggi dan banyak pengikut, ia seringkali merasa paling benar sendiri. Ia tidak dapat mentolerir bahwa ada orang lain yang lebih tau darinya. Itu disebabkan ia merasa telah mempunyai banyak pengalaman dan merasa telah tau segala hal. Sehingga ketika ia mendengar orang lain memberi saran ia merasa tidak dipercaya lagi. Dan malah sebaliknya, ia memaksakan agar kehendaknya dipatuhi. Itu yang gue rasain pas waktu gue masih setengah periode mimpin di OSIS. Setelah gue berhasil mengadakan pensi, gue ngerasa udah jadi ketua paling bener. Dan seiring dengan itu, setiap pendapat yang masuk selalu gue gak hirau. Hasilnya adalah serentetan acara yang hampir gagal.
Gue pun akhirnya menyadari hal itu dan mencoba untuk mulai mendengarkan lagi. Walaupun itu berat, tapi itu harus gue lakukan. Gue selalu mendengar semua pendapat dan mempertimbangkan dengan benar dan tepat waktu. Karena selain benar, seorang pemimpin haru dapat membuat keputusan dengan tepat waktu. Tidak dengan secepat mungkin, tetapi tepat waktu. Dan hasilnya, gue pun akhirnya bisa melanjutkan semua acara hingga akhir periode dengan pencapaian yang memuaskan (pamer ^^).

3. Motivasi & Mimpi
            Ini adalah poin yang paling gue pegang teguh. Seperti yang dikatakan Nidji di lagu Laskar Pelang “Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukan dunia”. Mimpi adalah tujuan yang harus kita capai, dan motivasi adalah bahan bakar yang membuat kita terus berlari mengejar mimpi. Merry Riana juga pernah menulis Tweet “Jangan pernah berhenti untuk bermimpi, karena impianlah yang bisa mengetuk pintu hati kita untuk selalu berusaha mencapainya.” Mimpi bisa juga dikatakan sebagai imajinasi, dan Albert Einstein pun berkata “Imajinasi adalah lebih penting daripada ilmu pengetahuan.”
Mengapa Einstein berkata demikian? Apakah ia menyarankan agar semua orang berhenti bersekolah dan hanya berimajinasi saja? Ternyata tidak demikian. Dengan berimajinasi, kita membayangkan sesuatu yang kelihatannya tidak mungkin, sesuatu yang tidak pernah ada disekitar kita sebelumnya, dan bahkan mustahil untuk ada. Tetapi kita terus mengejarnya dan dengan mengejar imajinasi itu kita malah menciptakan ilmu pengetahuan baru. Ingatkah kita ketika Alessandro Volta berimajinasi untuk menyimpan tenaga listrik? Maka terciptalah ilmu elektronika. Ingatkah kita ketika Sir Isaac Newton berimajinasi tentang apel yang jatuh? Maka terciptalah hukum gravitasi. Atau ingatkah ketika Bill Gates berimajinasi bagaimana semua orang bisa menggunakan komputer dengan mudahnya? Maka terciptalah ilmu programmer. Itu semua terlahir dari sebuah imajinasi atau impian. Tapi jangan mentang-mentang mimpi itu perlu jadi tidur dikelas pas pelajaran -__-.
            Ada sebuah cerita tentang Vince Lombardi. Ia adalah pelati futbol dari klub Green Bay Packers yang terkenal, sangat berpegang pada disiplin dan ditakuti, tetapi ia juga seorang metivator hebat. Pada suatu hari ia memarahi habis-habisan seorang pemain yang tidak hadir dalam beberapa latihan blocking. Setelah latian, Lombardi menerobos masuk ruang ganti pakaian dan melihat pemain itu duduk dekat lemari pakaiannya dengan kepala tertunduk dan sedih. Lombardi mengacak-acak rambutnya denga lembut dan menepuk-nepuk bahunya sambil berkata, “Kelak kamu akan menjadi kiper terbaik di NFL.” Pemain itu bernama Jerry Kramer.
            Kramer berkata bahwa ia memegang citra positif tentang dirinya itu sepanjang kariernya. “Dorongan Lombardi memiliki pengaruh yang kuat atas seluruh hidup saya,” Kata Kramer. Ia terus melanjutkannya sampai terpilih menjadi anggota Green Bay Packers Hall of Fame serta anggota NFL’s All-50-Year Team. Motivasi adalah hal utama dalam kepemimpinan menurut gue. Karena tugas utama dari seorang pemimpin adalah memotivasi semua orang. Jika pemimpin itu sudah kehilangan motivasi bahkan untuk dirinya sendiri, maka suatu lobang kegagalan besar akan menelannya dan semua timnya. Maka tugas utama seorang pemimpin adalah terus menghidupkan mimpi dari anggotanya dan terus membakar motivasi mereka. Dan bukan keberhasilan individu yang dikejar, melainkan keberhasilan bersama.
Sumber cerita: buku “The Maxwell Daily Reader”

Thursday, June 21, 2012

Harga Waktu Ayah


            Andre, seorang anak yang setiap sore selalu menanti kepulangan ayahnya dari kantor untuk sekadar mengajaknya bermain. Suatu sore, sepulang kerja, sang ayah ditanya oleh Andre, “Ayah, ayah kerja di kantor dibayar berapa sih sebulan?”
            Sembari mengernyitkan dahi si ayah menjawab, “Ya, sekitar Rp2.500.000,00!”
            “Kalau sehari berarti berapa, yah?” seal Andre.
            Ayah mulai bingung, “Seratus ribu rupiah, ada apa sih? Kok tanya gaji segala!”
            Akan tetapi, Andre tetap bertanya lagi, “Kalau setengah hari berarti Rp50.000.00, dong yah?”
            “Iya, memangnya kenapa?” sahut ayah mulai jengkel.
            Si anak dengan mantap mengajukan permohonan, “Gini, yah! Tolong tambahin dong tabungan Andre, Rp5000,00 aja. Soalnya, Andre sudah punya tabungan sebesar Rp45.000,00. Rencananya, Andre mau membeli ayah setengah hari aja supaya kita bisa pergi memancing bersama!”
.....
            Satu hal yang sering menjadi kendala sebagai seorang ayah dalam membangun tatatanan keluarga yang tangguh dan harmonis adalah ‘si pencuri waktu’. Urusan kantor, bisnis sampingan, maupun kegemaran pribadi acapkali menjadi musuh dalam selimut yang secara tidak langsung merongrong kesempatan emas yang kita miliki untuk bercengkrama dengan anak. Dalih yang biasa dipergunakan oleh ‘si pencuri waktu’ sendiri adalah demi masa depan keluarga, loyalitas kerja, atau untuk membiarkan asap dapur tetap ngebul.
            Siapa ayah sebenarnya? Ketika masih kecil, kerapkali anak mengklaim bahwa pahlawan (hero) yang paling hebat adalah ayahnya sendiri. Sering pula anak melakukan proses identifikasi dengan ‘ke-pria-an’ yang diaktualisasikan sang ayah. Bunyi yang paling menggetarkan didengar oleh sang ayah, ketika untuk pertama kalinya si anak mengatakan, “Papa” atau “Ayah” atau “Abah” atau sebutan lain. Bahkan, seorang filsuf pernah mengatakan bahwa Tuhan yang dilihat si anak pada masa kecilnya adalah ayahnya sendiri. Ahli lain mengatakan, pohon dikenal melalui buahnya (like father like son). Setelah besar dan menginjak remaja atau pemuda, tidak jarang posisi ayah yang tadinya pahlawan beralih menjadi musuh.
            Investasi terindah yang dapat sang ayah berikan kepada putra-putrinya adalah waktu dan kualitas komunikasi yang proporsional bagi mereka. Zig Ziglar pernah berseloroh dalam suatu seminarnya, “Kehadiran dan percakapan Anda di hadapan anak-anakmu, lebih dari ribuan hadiah.” Kurangnya komunikasi di rumah akan membuat anak mencari informasi dari dunia luar rumah yang belum tentu benar adanya.
            Apa yang ditabur, itu pula yang dituai,” demikian pepatah lama masih terngiang jernih dalam ingatan kita. Ketika anak masih kecil, sebagai orangtua (ayah) jarang mendengarkan mereka. Setelah mereka besar, mereka pun akan jarang mendengarkan orangtuanya. Inilah awal mulanya terkenal istilah kenakalan remaja, yang secara tidak sadar dikontribusikan terlebih dahulu oleh kenakalan orangtuanya, yang telah berselingkuh dengan ‘si pencuri waktu’. Itulah sebabnya Spencer Johnson dalam bukunya The One Minute Father mengatakan cara terbaik agar anak-anak kita mendengarkan kita adalah dengan mendengarkan mereka. Bagi si anak, didengarkan merupakan bagian penting dalam implementasi cinta orangtuanya. Jika ditelusuri lebih lanjut, memang ada perbedaan besar antara dicintai dan merasa dicintai.
            Bill Havens, seorang pendayung hebat yang berskala internasional ketika dalam masa karantina untuk persiapan piala dunia mendayung menerima teleks yang mengatakan bahwa istrinya kemungkinan 2-3 hari lagi akan melahirkan. Setelah menerima kabar, Bill memilih dan memutuskan berangkat ke kota asalnya dan berpamitan untuk tidak mengikuti kejuaraan dunia yang telah dipersiapkan baginya. Ia memutuskan untuk menunggui istrinya yang akan melahirkan ketika itu. Pada 1952, Bill Havens mendapatkan telegram dari putranya, Frank, yang baru saja memenangkan medali emas dalam final kano 10.000 meter pada Olimpiade di Helsinki, Finlandia. Telegram tersebut berbunyi, “Ayah, terima kasih karena telah menunggui kelahiran saya. Saya akan pulang membawa medali emas yang seharusnya Ayah menangkan beberapa tahun yang lalu... Anakmu tersayang, Frank.
            Bekerja tidak akan memberikan investasi lebih permanen jika dibandingkan dengan memberikan waktu yang cukup untuk anak dan keluarga. Usia 55 tahun merupakan akhir dan perhentian berkarya, namun karya yang diinvestasikan dalam kenangan anak tidak akan berakhir hingga maut yang memisahkannya. Pilihan, tentu ada dalam diri masing-masing, namun Bill Havens dalam cerita di atas telah memilih yang terbaik. Sekaligus mengingatkan kita pada pernyataan Patrick M. Morley yang spektakuler, “Saya lebih memilih untuk tidak menjadi siapa-siapa, asalkan bisa menjadi seseorang yang berarti bagi anak-anak saya.
            Mungkin lagu yang pernah kita dengar sebelumnya dapat kita dengar lagi dari alam sana menjadi senandung terindah, ketika anak-anak yang kita kasihi menyanyikan lagu bagian reff-nya Rinto Harahap: “Untuk Ayah tercinta, aku ingin bernyanyi. Walau air mata di pipiku. Ayah dengarkanlah, aku ingin bertemu. Walau hanya dalam mimpi”.
Sumber cerita: buku “Setengah Isi Setengah Kosong”

Sio Mama


            Pagi yang cerah tiba-tiba berubah mendung dan kelam, tatkala menerima kabar bahwa ibu dalam keadaan pingsan. Selang sepuluh menit kemudian, bumi pun kembali terasa berguncang ketika dering telepon berisi kabar bahwa ibu sudah pulang menghadap Sang Pencipta. Kepergian mendadak tanpa pesan ini memang terasa sangat menyakitkan, seolah-olah semua keluarga merasa “kecolongan”. Tanpa firasat dan tanpa pesan apa-apa, tepat pukul 08.25 WIB beliau telah pergi dengan tenang ke haribaan Sang Khalik. Masih tersimpan dan terkoleksi dengan baik surat-surat beliau yang tertulis dari seberang dengan kata-kata yang khas, “Baik-baik kamu di sana, jangan lupa berdoa dan jaga kesehatan!”
            Ibu yang tidak mengerti mesin fax atau SMS apalagi internet dan email, ternyata tidak menyurutkan kesukaannya dalam membuat surat dan bercerita panjang lebar tentang situasi di pulau seberang. Baginya, berkirim kabar melalui surat menyurat dan diantar ke kantor pos merupakan kegiatan sehari-harinya di usia senja.
            Kehadiran telepon tampaknya tidak juga mengurangi frekuensi beliau untuk terus menerus berkirim surat. Ibu yang tidak mulus dalam menjalani usia senjanya, ternyata banyak ditolong dengan upayanya menulis surat secara kontinyu sehingga memungkinkan beliau untuk lebih mudah mencurahkan apa yang menjadi bebannya.
            Masih segar dalam ingatan tatkala menapaki tangga kanak-kanak dahulu, ibu yang selalu memiliki waktu khusus bagi anak-anaknya, mendoakan, bercerita, bahkan bermain bersama. Hal yang tidak pernah dilupakan adalah ketika organisasi Pramuka di sekolah mengadakan Persami (Perkemahan Sabtu Minggu). Kala itu ada kabar bahwa setiap anggota regu Pramuka Penggalang harus berparade dengan menggunakan pakaian aneh. Dengan hanya meulis di secarik kertas, minta tolong ke ibu menjahitkan baju dari potongan-potongan bekas jahitan yang ada di rumah. Hanya dalam waktu semalam, baju tersebut sudah jadi dan beliau antarkan ke sekolah. Rupanya, ibu tidak tidur karena menjahitkan baju parade untuk anaknya. Sungguh masa kecil yang tidak pernah dilupakan bersama ibunda tercinta. Ketika sang cucu hadir, si kecil pun sungguh merasakan masa kecil yang penuh ceria bersama neneknya. Itulah sebabnya tidak berlebihan jika Samuel dan Rini melantunkan lagu BUNDA dalam reff-nya: “Kata mereka diriku selalu dimanja. Kata mereka diriku selalu ditimang. Oh Bunda ada dan tiada dirimu. Kan selalu ada di dalam hatiku
            Setiap orang pasti memiliki cerita dan kesan tersendiri terhadap ibunda tercintanya, terutama pengalaman-pengalaman suka dan duka ketika menjalani hari-hari kehidupan. Dari kacamata spiritual, kita dapat melihat bahwa doa seorang ibu ternyata memberikan dampak yang luar biasa bagi perkembangan keluarga. Doa seorang ibu sangat berarti bagi suami dan anak-anaknya.
            Terkadang ibu tidak memiliki modal dan kompetensi yang tinggi untuk bekerja seperti sang suami. Bahkan, tidak jarang anak-anaknya lebih pintar dalam mengajari ibunya dalam beberapa hal. Namun, yang tidak dapat dipungkiri lagi, setiap ibu pasti memiliki  “modal dengkul” untuk berlutut berdoa dan menopang kehidupan keluarga, anak-anak, serta pekerjaan suami. Sekalipun seorang ibu sudah demikian hebat dalam kariernya, namun perannya dalam menopang keluarga dan sebagai penolong tetap sangat dominan. Artis Karina dengan begitu indah melantunkan kerinduan hatinya dalam lagu Ummi (ibu), “Ummi, jiwa dan hidupku. Pemberi kebahagiaan dan harapan. Sekarang, juga di masa yang akan datang, ...Ibu, ...Ibu!”. Demikian pula Nikita yang selalu mengingat ibundanya dengan “dengkul” yang kuat dalam reff lagunya, “Di doa ibuku, namaku disebut. Di doa ibu kudengar, ada namaku disebut!
            Seiring dengan perkembangan zaman, peran ibu yang seharusnya begitu tinggi, kerapkali terusik. Ada banyak ibu yang begitu mudah menyerahkan pola asuh anak-anaknya kepada pembantu (baby sitter). Lebih mengerikan lagi, seorang ibu dengan mudah menghentikan kehidupan seorang bayi – anak kandungnya sendiri – hanya untuk menutup aib atau tidak mengharapkan kehadiran sang bayi. Bahkan, beberapa calon ibu tega menghentikan pertumbuhan janin yang ada dalam kandungannya, hanya untuk kesenangan dan citra dirinya.
            Dengkul yang hancur karena menahan beban ketika berlutut dan telinga yang panas karena banyak mendengar keluhan anak-anak atau suaminya, jauh lebih indah daripada mulut yang terus menerus membentak dan menyebarkan gosip.
            Ada banyak cerita tentang ibu, dan cerita-cerita tersebut menjadi tulisan bertinta emas yang penuh makna tatkala kita tahu bagaimana harus memberi perhatian kepada mereka. Ibu mana pun di dunia ini tidak akan pernah meminta kompensasi atas air susu (ASI) yang telah diberikannya kepada kita. Dia pun tidak akan pernah menagih bayaran atas jam kerja yang telah diberikan kepada anak-anaknya. Begitupun dengan perasaannya yang sering berkorban demi anak-anak dan suami tercinta.
            Oleh sebab itu, dengan memberi perhatian dan kehangatan tentu akan semakin meningkatkan semangat hidup beliau. Secarik kertas yang bertuliskan kabar tentang anak dan cucunya, ungkapan kata-kata melalui telepon, SMS, maupun selembar kartu pos yang bergambar indah, ternyata cukup memberi makna dan kebahagiaan mereka selaku seorang ibu. Ketika ada kecukupan rezeki, mengirimkan buah tangan atau beberapa nilai rupiah, juga dapat mendekatkan pulau-pulau maupun kota-kota yang jauh.
            Di atas itu semua, memberi perhatian dan peduli, di sinilah kuncinya. Selagi mereka masih hidup dan mungkin saat ini sedang tidak serumah dengan kita, lakukanlah sesuatu untuk menyenangkan hati mereka. Membuat kuburan ibu yang sangat indah atau bahkan membangun tugu kehormatan untuk sang ibu yang sudah meninggal, tampaknya tidak terlalu penting dibandingkan perhatian dan kepedulian yang kita berikan ketika mereka masih hidup. Karena ketika sang ibunda sudah kembali ke pangkuan-Nya, tetap terbesit penyesalan sekalipun kita telah berbuat banyak, apalagi jika tidak pernah berbuat sama sekali. Namun, penyesalan selalu datang di akhir dan tidak mungkin membalikkan jam pasir hanya untuk menutupi penyesalan tersebut.
            Siapakah yang dapat menggantikan peran dan kasih sayang ibu? Tidak ada! Ibu adalah ibu, dan satu adanya. Cerita Malin Kundang (Sumatera Barat) dan Si Mardan (Batu Gantung di Sumatera Utara) tampaknya cukup memberikan pembelajaran bagi kita untuk menghormati dan menyayangi ibu. Rasanya kurang tepat jika suatu hari kelak, ketika kita menghadap tahta Sang Khalik membawa gelar baru, yakni “Si Anak Durhaka”, karena tidak pernah memberi perhatian dan kepedulian kepada ibu yang telah melahirkan dan membesarkannya. Harta, surat, dan fasilitas yang telah diberikan kepada ibu, tidak akan dibawa ke akhirat, namun hati yang penuh cinta kasih dan perhatian kepada sang ibu, inilah yang menjadi catatan tersendiri dalam “Buku Kehidupan” Sang Khalik.
            Sahabat kita dari Maluku begitu indah melantunkan lagu Sio Mama,
            ...Sio mama...e. beta rindu mau pulang...e. sio mama...e. mama su lia kurus lawang...e. beta bolong balas mama. Mama pung cape sio dolo...e. sio tete manis...e. jaga beta pung mama...e.
            Jika kita sudah jauh merantau dan jarang bertemu ibu, maka begitu ada waktu untuk pulang melihat ibu, pulanglah atau aturlah jadwal untuk itu! Mereka menantikan kehadiran kita. Hati akan semakin tersayat, ketika kita pulang hanya untuk melihat jasad ibu. Selamat menikmati kebersamaan dengan ibu tercinta, sebelum terlambat.
Sumber cerita: buku ”Setengah Isi Setengah Kosong”