Translate

Thursday, June 21, 2012

Sio Mama


            Pagi yang cerah tiba-tiba berubah mendung dan kelam, tatkala menerima kabar bahwa ibu dalam keadaan pingsan. Selang sepuluh menit kemudian, bumi pun kembali terasa berguncang ketika dering telepon berisi kabar bahwa ibu sudah pulang menghadap Sang Pencipta. Kepergian mendadak tanpa pesan ini memang terasa sangat menyakitkan, seolah-olah semua keluarga merasa “kecolongan”. Tanpa firasat dan tanpa pesan apa-apa, tepat pukul 08.25 WIB beliau telah pergi dengan tenang ke haribaan Sang Khalik. Masih tersimpan dan terkoleksi dengan baik surat-surat beliau yang tertulis dari seberang dengan kata-kata yang khas, “Baik-baik kamu di sana, jangan lupa berdoa dan jaga kesehatan!”
            Ibu yang tidak mengerti mesin fax atau SMS apalagi internet dan email, ternyata tidak menyurutkan kesukaannya dalam membuat surat dan bercerita panjang lebar tentang situasi di pulau seberang. Baginya, berkirim kabar melalui surat menyurat dan diantar ke kantor pos merupakan kegiatan sehari-harinya di usia senja.
            Kehadiran telepon tampaknya tidak juga mengurangi frekuensi beliau untuk terus menerus berkirim surat. Ibu yang tidak mulus dalam menjalani usia senjanya, ternyata banyak ditolong dengan upayanya menulis surat secara kontinyu sehingga memungkinkan beliau untuk lebih mudah mencurahkan apa yang menjadi bebannya.
            Masih segar dalam ingatan tatkala menapaki tangga kanak-kanak dahulu, ibu yang selalu memiliki waktu khusus bagi anak-anaknya, mendoakan, bercerita, bahkan bermain bersama. Hal yang tidak pernah dilupakan adalah ketika organisasi Pramuka di sekolah mengadakan Persami (Perkemahan Sabtu Minggu). Kala itu ada kabar bahwa setiap anggota regu Pramuka Penggalang harus berparade dengan menggunakan pakaian aneh. Dengan hanya meulis di secarik kertas, minta tolong ke ibu menjahitkan baju dari potongan-potongan bekas jahitan yang ada di rumah. Hanya dalam waktu semalam, baju tersebut sudah jadi dan beliau antarkan ke sekolah. Rupanya, ibu tidak tidur karena menjahitkan baju parade untuk anaknya. Sungguh masa kecil yang tidak pernah dilupakan bersama ibunda tercinta. Ketika sang cucu hadir, si kecil pun sungguh merasakan masa kecil yang penuh ceria bersama neneknya. Itulah sebabnya tidak berlebihan jika Samuel dan Rini melantunkan lagu BUNDA dalam reff-nya: “Kata mereka diriku selalu dimanja. Kata mereka diriku selalu ditimang. Oh Bunda ada dan tiada dirimu. Kan selalu ada di dalam hatiku
            Setiap orang pasti memiliki cerita dan kesan tersendiri terhadap ibunda tercintanya, terutama pengalaman-pengalaman suka dan duka ketika menjalani hari-hari kehidupan. Dari kacamata spiritual, kita dapat melihat bahwa doa seorang ibu ternyata memberikan dampak yang luar biasa bagi perkembangan keluarga. Doa seorang ibu sangat berarti bagi suami dan anak-anaknya.
            Terkadang ibu tidak memiliki modal dan kompetensi yang tinggi untuk bekerja seperti sang suami. Bahkan, tidak jarang anak-anaknya lebih pintar dalam mengajari ibunya dalam beberapa hal. Namun, yang tidak dapat dipungkiri lagi, setiap ibu pasti memiliki  “modal dengkul” untuk berlutut berdoa dan menopang kehidupan keluarga, anak-anak, serta pekerjaan suami. Sekalipun seorang ibu sudah demikian hebat dalam kariernya, namun perannya dalam menopang keluarga dan sebagai penolong tetap sangat dominan. Artis Karina dengan begitu indah melantunkan kerinduan hatinya dalam lagu Ummi (ibu), “Ummi, jiwa dan hidupku. Pemberi kebahagiaan dan harapan. Sekarang, juga di masa yang akan datang, ...Ibu, ...Ibu!”. Demikian pula Nikita yang selalu mengingat ibundanya dengan “dengkul” yang kuat dalam reff lagunya, “Di doa ibuku, namaku disebut. Di doa ibu kudengar, ada namaku disebut!
            Seiring dengan perkembangan zaman, peran ibu yang seharusnya begitu tinggi, kerapkali terusik. Ada banyak ibu yang begitu mudah menyerahkan pola asuh anak-anaknya kepada pembantu (baby sitter). Lebih mengerikan lagi, seorang ibu dengan mudah menghentikan kehidupan seorang bayi – anak kandungnya sendiri – hanya untuk menutup aib atau tidak mengharapkan kehadiran sang bayi. Bahkan, beberapa calon ibu tega menghentikan pertumbuhan janin yang ada dalam kandungannya, hanya untuk kesenangan dan citra dirinya.
            Dengkul yang hancur karena menahan beban ketika berlutut dan telinga yang panas karena banyak mendengar keluhan anak-anak atau suaminya, jauh lebih indah daripada mulut yang terus menerus membentak dan menyebarkan gosip.
            Ada banyak cerita tentang ibu, dan cerita-cerita tersebut menjadi tulisan bertinta emas yang penuh makna tatkala kita tahu bagaimana harus memberi perhatian kepada mereka. Ibu mana pun di dunia ini tidak akan pernah meminta kompensasi atas air susu (ASI) yang telah diberikannya kepada kita. Dia pun tidak akan pernah menagih bayaran atas jam kerja yang telah diberikan kepada anak-anaknya. Begitupun dengan perasaannya yang sering berkorban demi anak-anak dan suami tercinta.
            Oleh sebab itu, dengan memberi perhatian dan kehangatan tentu akan semakin meningkatkan semangat hidup beliau. Secarik kertas yang bertuliskan kabar tentang anak dan cucunya, ungkapan kata-kata melalui telepon, SMS, maupun selembar kartu pos yang bergambar indah, ternyata cukup memberi makna dan kebahagiaan mereka selaku seorang ibu. Ketika ada kecukupan rezeki, mengirimkan buah tangan atau beberapa nilai rupiah, juga dapat mendekatkan pulau-pulau maupun kota-kota yang jauh.
            Di atas itu semua, memberi perhatian dan peduli, di sinilah kuncinya. Selagi mereka masih hidup dan mungkin saat ini sedang tidak serumah dengan kita, lakukanlah sesuatu untuk menyenangkan hati mereka. Membuat kuburan ibu yang sangat indah atau bahkan membangun tugu kehormatan untuk sang ibu yang sudah meninggal, tampaknya tidak terlalu penting dibandingkan perhatian dan kepedulian yang kita berikan ketika mereka masih hidup. Karena ketika sang ibunda sudah kembali ke pangkuan-Nya, tetap terbesit penyesalan sekalipun kita telah berbuat banyak, apalagi jika tidak pernah berbuat sama sekali. Namun, penyesalan selalu datang di akhir dan tidak mungkin membalikkan jam pasir hanya untuk menutupi penyesalan tersebut.
            Siapakah yang dapat menggantikan peran dan kasih sayang ibu? Tidak ada! Ibu adalah ibu, dan satu adanya. Cerita Malin Kundang (Sumatera Barat) dan Si Mardan (Batu Gantung di Sumatera Utara) tampaknya cukup memberikan pembelajaran bagi kita untuk menghormati dan menyayangi ibu. Rasanya kurang tepat jika suatu hari kelak, ketika kita menghadap tahta Sang Khalik membawa gelar baru, yakni “Si Anak Durhaka”, karena tidak pernah memberi perhatian dan kepedulian kepada ibu yang telah melahirkan dan membesarkannya. Harta, surat, dan fasilitas yang telah diberikan kepada ibu, tidak akan dibawa ke akhirat, namun hati yang penuh cinta kasih dan perhatian kepada sang ibu, inilah yang menjadi catatan tersendiri dalam “Buku Kehidupan” Sang Khalik.
            Sahabat kita dari Maluku begitu indah melantunkan lagu Sio Mama,
            ...Sio mama...e. beta rindu mau pulang...e. sio mama...e. mama su lia kurus lawang...e. beta bolong balas mama. Mama pung cape sio dolo...e. sio tete manis...e. jaga beta pung mama...e.
            Jika kita sudah jauh merantau dan jarang bertemu ibu, maka begitu ada waktu untuk pulang melihat ibu, pulanglah atau aturlah jadwal untuk itu! Mereka menantikan kehadiran kita. Hati akan semakin tersayat, ketika kita pulang hanya untuk melihat jasad ibu. Selamat menikmati kebersamaan dengan ibu tercinta, sebelum terlambat.
Sumber cerita: buku ”Setengah Isi Setengah Kosong”

No comments:

Post a Comment