Reo dan July adalah sepasang kekasih
yang saling mencintai, meski mereka berasal dari latar belakang yang berbeda.
Keluarga July berasal dari keluarga kaya raya dan serba berkecukupan, sedangkan
Reo hanyalah keluarga seorang petani miskin yang menggantungkan kehidupannya
pada tanah sewaan.
Suatu hari Reo berkata kepada
July,”July, aku mengharapkan adanya kejujuran dan keterbukaan antara aku dan
kamu. Aku akan segera melamarmu dan kita akan segera menikah. Aku ingin kita
dapat mencintai sampai tua, dan sampai Tuhan memanggil kita berdua!”
Saat mendengar Reo berkata demikian,
menangislah July. Ia berkata kepada Reo,”Reo, senang sekali aku mendengar semua
itu, tetapi aku telah memutuskan untuk tidak akan menikah denganmu karena aku
membutuhkan uang dan kekayaan seperti kata orangtuaku.” Mendengar itu Reo pun
bak disambar petir. Ia sangat marah kepada July. Ia mengatai July matre, tidak
berperikemanusiaan, kejam, dan sebagainya. Akhirnya, Reo meninggalkan July
menangis seorang diri.
Semua perkataan July membuat Reo
bertekad untuk menjadi orang sukses dan kaya raya. Dan jerih payah Reo mulai
menunjukkan hasil. Kariernya melejit, dan dalam waktu kurang dari 2 tahun, ia
berhasil menjadi manajer sebuah perusahaan bonafide, bahkan ia mempunyai 50%
saham dari perusahaan itu. Reo menjadi simbol kesuksesan bagi orang-orang yang
mengenalnya.
Suatu hari, saat Reo sedang
mengendarai mobil mewahnya, tiba-tiba dilihatnya sepasang suami-istri yang tua
dan renta tengah berjalan di dalam derasnya hujan. Suami istri itu terlihat
lusuh dan tidak terawat. Reo sangat terkejut karena ia mengenali kedua suami
istri itu yang merupakan orangtua July. Karena penasaran, Reo membuntuti mereka
hingga ke sebuah makam.
Reo sangat terkejut ketika ia
mendapati nama July tertulis di atas nisan makam itu. Reo pun bergegas berlari
ke arah makam July untuk menemui orangtua July. Reo bertanya apa yang terjadi.
Kedua orangtua July pun berkata, “Reo, kami telah jatuh miskin. Seluruh harta
kami habis untuk biaya pengobatan July. July menitipkan surat ini untukmu.
Bacalah, nak.” Ayah July pun memberikan sepucuk surat yang terlihat sangat
kumal itu kepada Reo.
Reo mulai membuak surat itu dan
membacanya. “Reo, maaf aku terpaksa berbohong kepadamu. Aku terkena kangker
rahim stadium akhir yang tak mungkin disembuhkan. Aku tak mungkin mengatakan
hal ini saat itu karena jika itu aku lakukan, aku hanya akan membuatmu jatuh
dalam kehidupan yang penuh keputusasaan yang akan membawa hidupmu pada jurang
kehancuran. Aku lakukan ini semua, karena aku mencintamu Reo.” Airmata tanpa
terasa telah membasahi pipi Reo, hatinya begitu sesak sehingga ia tak mampu
mengatakan apapun dan hanya tenggelam dalam penyesalan yang mendalam.
Cinta yang sesungguhnya bukan pada saat kita sedang dimabuk asmara, ketika
kita menghabiskan saat-saat romantis dengan pujaan hati. Tapi cinta sejati
adalah ketika orang yang kita cintai menyakiti kita, ketika gelora asmara sudah
tidak terasa lagi, tapi kita masih berdiri di sampingnya dan peduli dengannya,
dan mencintainya. Karena cinta sejati adalah apa yang tersisa ketika api cinta
telah padam.
Sumber cerita: buku “Kisah Tentang Seekor Sapi
Yang Jujur”
No comments:
Post a Comment