Translate

Sunday, July 15, 2012

Anak Dengan Roti Gandum


            Pada suatu hari ada seorang anak yang memiliki impian untuk bisa menaiki kapal mewah yang kita kenal dengan Star Cruise. Untuk mencapai impiannya, anak ini bekerja dengan keras dan menabung sepanjang hidupnya untuk mewujudkan mimpinya tersebut. Ia menabung hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Pada suatu hari, tercapailah impiannya yang sudah terpendam sekian lama. Ia berhasil mengumpulkan sejumlah uang yang kemudian ia pergunakan untuk membeli sebuah tiket 3 hari 3 malam untuk melakukan perjalanan ke suatu tempat yang indah dengan menaiki Star Cruise supermewah tersebut. Namun tanpa disadari, anak ini hanya menyisakan sedikit uang saja untuk dapat bertahan hidup diatas kapal itu. Alhasil karena ia hampir mengorbankan seluruh uangnya, maka ia harus berhemat agar dapat bertahan dalam perjalanannya. Lalu ia memutuskan untuk membawa bekal yang sangat terjangkau dan menurutnya cukup selama perjalanan di atas kapal, yaitu sekantong roti gandum. Kemudian ia memasukkannya ke dalam ransel.
            Dan tibalah saatnya, ia berangkat menaiki kapal mewah tersebut dan memulai perjalanan 3 hari 3 malam. Pada hari pertama ia begitu takjub melihat banyak sekali orang kaya raya. Mereka mengenakan pakaian yang berkelas. Mereka menyantap makanan yang terlihat begitu nikmat, baik pagi, siang, maupun malam, di hotel yang sangat mewah di atas kapal tersebut. Namun anak ini hanya bisa memandang dengan kepala tertunduk bercampur perasaan yang lesu, iri hati, dan sedih mendapati bahwa ia hanya memiliki sekantong roti gandum. Karena rasa minder yang luar biasa dalam benaknya, ia kemudian pergi ke sebuah pojokan yang tidak terlihat orang lain, dan mulai memakan roti gandumnya.
            Hari kedua tidak berbeda jauh dengan hari yang pertama. Kembali ia melihat pemandangan seperti kemarin, kemudian beranjak ke pojokan lalu memakan roti gandumnya.
            Begitu pula hal yang sama terjadi pada hari yang ketiga. Namun ada sedikit perbedaan pada hari yang ketiga, ternyata petugas kapal memperhatikan gerak-gerik anak ini dengan roti gandumnya dan menaruh curiga padanya. Kecurigaan petugas atas anak ini sebenarnya mudah saja, pikirannya bertanya-tanya mengapa di saat semua tamu kapal mengenakan pakaian yang mewah dan menyantap makanan di dalam hotel, ada seorang anak dengan pakaian compang-camping bagaikan pengemis dan hanya memakan roti gandum di pojokan selama 3 hari berturut-turut?”Pastilah anak ini tidak memiliki tiket!” gumamnya. Dengan segera petugas kapal menghampiri anak ini dan berkata dengan tegas, “Nak, mohon tunjukkan tiketmu.” Kemudian anak tersebut mengambil secarik tiket dari ranselnya dan memberikannya kepada petugas kapal. Mendapati tiket tersebut, petugas kapal ini semakin bingung dan bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa jika anak ini dapat membeli tiket 3 hari 3 malam untuk menaiki kapal mewah ini, namun ia malah bersembunyi di pojokan dan hanya memakan roti gandum? Melihat wajah petugas yang kebingungan, lantas anak ini membuka mulutnya dan menceritakan,”Maaf pak, Bapak mungkin bingung mengapa saya bersembunyi di pojok dan hanya memakan roti gandum yang memang sengaja saya bawa sendiri. Menaiki kapal mewah ini adalah impian saya sejak lama, dan seumur hidup saya habiskan untuk bekerja keras dan menabung agar bisa merasakan hebatnya kapal ini. Namun ketika saya membeli, saya lupa akan makanan yang ada di sini. Dan tidak mungkin dengan sisa uang yang saya miliki sekarang ini mampu membeli makanan di kapal ini. Untuk itu saya membeli sekantong roti gandum yang cukup untuk saya bertahan hidup di sini selama 3 hari.”
            Seketika itu juga sang petugas kapal tertawa terbahak-bahak, kemudian ia berkata kepada anak tersebut, “Hei Nak, apakah kemu tahu, apabila kamu membeli tiket untuk menaiki kapal ini selama 3 hari 3 malam, itu sudah termasuk dengan segala makanan, hotel bintang lima, dan seluruh fasilitas yang ada di dalam kapal ini.” Ketika mendengar perkataan petugas kapal tadi, anak ini begitu menyesal dan perasaannya ingin sekali untuk kembali ke hari pertama di mana ia menaiki kapal tersebut, namun sayangnya tidak ada waktu yang bisa diputar kembali.
            Nilai moral dari kisah di atas itu mirip sekali dengan kisah di dalam kehidupan kita masing-masing. Seringkali banyak orang yang telah membayar harga dari tiket tersebut. Seringkali orang bekerja keras dalam hidupnya demi mencapai apa yang menjadi impiannya. Namun yang gue maksud disini adalah, bekerja kerja keras saja itu tidak cukup. Kita perlu merasa layak untuk bisa mendapatkan apa yang sudah kita bayarkan, yaitu harga dari kerja keras kita.
            Banyak orang yang bertanya-tanya, “Kenapa ketika saya sudah melakukan apa yang disarankan motivator, membaca hampir seluruh buku, menghadiri banyak sekali training, namun tetap saja saya belum mendapatkan apa yang saya inginkan?” Kita tidak akan bisa menghilangkan asap hanya dengan mengibaskan-ngibaskannya saja. Kita baru bisa menghilangkan asap tersebut jika kita mematikan asap itu langsung dari sumbernya. Demikianlah hal yang sama berlaku untuk rasa layak, walaupun kita bekerja sangat keras, mengikuti seluruh training yang ada, dan membaca seluruh buku tentang kesuksesan, nyatanya itu hanya mencoba membantu kita untuk menghilangkan asap dengan cara mengibas-ngiaskannya saja. Tetapi itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah kita. Kita akan betul-betul mendapatkan apa yang kita inginkan ketika kita yakin benar dan mengetahui apa yang menjadi penghalang kita selama ini, membuat kita gagal meraih sukses.
            Kenyataannya, penghalang tebesar itu sesungguhnya bukan terletak di luar diri kita, tetapi berada di dalam diri kita sendiri yaitu ‘rasa layak’. Rasa layak itu jauh lebih mahal daripada harga tiket yang dibeli anak tadi untuk menaiki kapal Star Cruise. Apapun posisi kita, apapun latar belakang kita, apapun keadaan finansial kita, dan apapun kekurangan kita, ingatlah bahwa kita layak berada di kapal mewah, kita layak untuk makan di hotel bintang lima, kita semua amat sangat layak untuk sukses!
Sumber cerita: buku “The Science Of Luck”

No comments:

Post a Comment