Kita tak pernah kalah karena
mencintai seseorang. Kita selalu kalah karena tidak berterus terang. -Barbara
DeAngelis
Aku tak akan pernah melupakan hari
pertama kali aku melihat “impian berjalan”. Namanya Susie Summers (namanya
sengaja diubah untuk melindungi si dia yang menakjubkan). Senyumnya, yang
berkilauan di bawah kedua matanya yang bak bintang kejora, sungguh mempesona
dan membuat si penerimanya (terutama kaum pria) merasa sangat istimewa.
Memang kecantikannya mencengangkan,
namun kecantikan batinnyalah yang selalu kuingat. Dia benar-benar mempedulikan
orang lain dan merupakan seorang pendengar yang sangat berbakat. Selera
humornya dapat mencerahkan seluruh hari anda dan kata-katanya yang bijaksana
selalu pas dengan apa yang perlu anda dengar. Dia bukanlah saja dikagumi,
melainkan juga sungguh-sungguh dihargai oleh pria maupun wanita. Meskipun dia
memiliki segalanya yang dapat disombongkan, dia sangatlah rendah hati.
Tak usah dikatakan lagi, dia menjadi
dambaan setiap pria. Terutama aku. Aku pernah menemaninya masuk kelas, dan pada
hari lainnya aku pernah makan siang berdua saja dengannya. Rasanya seperti di
langit ketujuh.
Waktu itu kupikir, “Kalau saja aku
punya pacar seperti Susie Summers, aku tak akan pernah melirik gadis lain.”
Tapi aku yakin bahwa gadis sehebat dia tentulah sudah punya pacar, yang jauh
lebih baik dariku. Meskipun aku Ketua OSIS, aku tahu aku tak mungkin menjadi
pacarnya.
Jadi, saat wisuda, aku pun
mengucapkan salam perpisahan kepada cinta pertamaku.
Setahun kemudian, aku bertemu
sahabatnya di sebuah pertokoan, dan kami makan siang bersama. Dengan
tenggorokan tersumbat, aku menanyakan keadaaan Susie.
“Yaaah, akhirnya dia bisa juga
melupakanmu,” jawabnya.
“Apa maksudmu?” tanyaku.
“Kamu benar-benar kejam padanya.
Kamu biarkan dia memendam harapan, menemaninya memasuki kelas, dan
membiarkannya mengira bahwa kamu tertarik padanya. Kamu masih ingat waktu makan
siang berdua berdua dengannya? Dia menuggu teleponmu sepanjang minggu. Dia
begitu yakin kamu akan menelepon dan mengajaknya berkencan.”
Aku begitu takut ditolak sehingga
aku tak berani mengambil risiko untuk memberitahukan perasaanku terhadapnya.
Seandainya waktu itu aku mengajaknya berkencan, dan ternyata dia menolak? Apa
hal terburuk yang mungkin terjadi? Paling-paling aku tak jadi berkencan
dengannya. Tanpa mengajaknya pun AKU TIDAK BERKENCAN DENGANNYA! Yang lebih
buruk lagi adalah bahwa sebenarnya waktu itu aku bisa berkencan dengannya.
Sumber cerita: buku “Chicken Soup For The Teenage Soul”
bagus ya ceritanya, jadi pengen baca novel ini lagi :')
ReplyDelete"Kita tak pernah kalah karena mencintai seseorang. Kita selalu kalah karena tidak berterus terang. -Barbara DeAngelis"